Translate

Kamis, 02 Mei 2013

kurikulum dan kaitannya dengan pembelajaran

A.          PENDAHULUAN
Setiap sekolah yang ada di Indonesia selalu menggunakan kurikulum. Kurikulum disusun secara nasional sesuai dengan tingkatan sekolah. Semua program belajar yang ada dalam kurikulum disusun oleh suatu tim nasional. Kurikulum disusun oleh pemerintah, dengan tujuan utama agar setiap warga negara, dimanapun ia bersekolah, mempunyai kesempatan memperoleh pengalaman belajar yang sejenis.
Pendidikan adalah kunci berkesinambungannya peradaban manusia. perhatian yang penuh terhadap peningkatan mutu pendidikan akan berefek pula terhadap semakin tingginya peradaban manusia. Setiap sekolah yang ada di Indonesia selalu menggunakan kurikulum. Kurikulum disusun secara nasional sesuai dengan tingkatan sekolah. Semua program belajar yang ada dalam kurikulum disusun oleh suatu tim nasional. Kurikulum disusun oleh pemerintah, dengan tujuan utama agar setiap warga negara, dimanapun ia bersekolah, mempunyai kesempatan memperoleh pengalaman belajar yang sejenis.
Dan kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang definisi kurikulum dan kaitannya dengan pengajaran, baik itu kurikulum sebagai rencana pelajaran/bahan atau materi, kurikulum sebagai pengalaman belajar maupun sebagai rencana belajar (tujuan, materi, proses, dan evaluasi proses belajar).

B.          PEMBAHASAN
Ditinjau dari asal katanya, kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang mula-mula digunakan dalam bidang olah raga, yaitu kata currere, yang berarti jarak tempuh. Dalam kegiatan berlari tentu saja ada jarak yang harus ditempuh mulai dari start sampai garis finish. Jarak dari start sampai dengan finish ini disebut currere.[1]
Dalam arti sempit atau tradisional kurikulum merupakan sejumlah mata pelajaran disekolah atau diperguruan tinggi yang harus ditempuh untuk mendapatkan iajazah atau naik tingkat. Sedangkan dalam arti luas atau modern kurikulum merupakan pengalaman, kegiatan dan pengetahuan murid dibawah bimbingan dan tanggungjawab sekolah atau guru.[2]
E. Eisner (1979) mengatakan by Curiculum we mean the planned exsperiences offered to the leartner under the guidance of the school (dengan kurikulum kita mengartikannya dengan pengalaman-pengalaman yang ditawarkan kepada murid dibawah petunjuk dan bimbingan sekolah).[3]
A. Glatthorn (1987) mendefinisikan kurikulum the curriculum is the plans made for guiding learning in schools, usually represented in retrievable documents several leves of generality, and the actualization of those plans in the classrom, as experienced by the learners and as recorded by an observer, those experiences take places in learning environmean which also influences what is learned (Kurikulum ialah rencana-rencana yang dibuat untuk membimbing dalam belahar disekolah yang biasanya meliputi dokumen, lefel secacra umum, dan aktualisasi dari rencana-rencana itu dikelas, sebagai pengalaman murid  yang telah dicatat dan ditulis oleh seorang ahli, pengalaman-pengalam tersebut ditempatkan dalam lingkungan belajar yang juga mempengaruhi apa yang dipelajari).[4]
Selain dari di atas beberapa ahli lain juga mengungkapkan pengertian kurikulum.
a.     S. Nasution mengungkapkan, kurikulum adalah suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses berlajar mengajar di bawah bimbingan dan tanggungjawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.[5]
b.     Nana Sudjana mengungkapkan, kurikulum adalah program dan pengalaman belajar serta hasil-hasil belajar yang di harapkan yang diformulasikan melalui pengetahuan dan kegiatan yang tersusun secara sistematis, di berikan kepasa siswa di bawah tanggung jawab sekolah untuk membantu pertumbuhan atau perkembangan pribadi dan kompetensi sosial anak didik.[6]
Dalam Pasal 1 Butir 19 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
Dari paparan berbagai deskripsi diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud kurikulum bukanlah hanya berisi rencana pelajaran (bidang studi) disebuah lembaga pendidikan saja, akan tetapi semua aktifitas yang secara nyata terjadi dalam proses pendidikan dilembaga tersebut yang dapat mempengaruhhi anak didk untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu, kurikulum harus mengandung tujuan, isi (materi), metode pengajaran, dan evaluasi.

1.    Kurikulum sebagai Rencana Pelajaran/ Bahan atau Materi
Secara tradisional, istilah kurikulum diartikan sebagai rencana tentang sejumlah mata pelajaran atau bahan ajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan untuk dipelajari oleh siswa dalam mengikuti pendidikan di lembaga itu. Rumusan pengertian seperti ini demikian popular sehingga kamus Webster’s New International Dictionary, yang sudah memasukkan istilah kurikulum dalam khazanah kosakata bahasa Inggris sejak tahun 1953, memberikan arti istilah kurikulum sebagai berikut:
a.     A course, esp. a specified fixed course of study, as in school or college, as one leading to a degree (sebagai sejumlah pelajaran yang ditetapkan untuk dipelajari oleh siswa di suatu sekolah atau di perguruan tinggi utnuk memperoleh duatu ijazah atau gelar).
b.     The whole body of courses offered in an educational institution, or by department thereof (keseluruhan mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan atau suatu departemen tertentu).
Rumusan pengertian kurikulum seperti itu membawa dampak terhadap keberadaan penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Dampak yang paling menonjol yang dapat didentifikasikan adalah adanya pembedaan yang jelas antara apa yang termasuk dalam kurikulum, ekstra-kurikulum dan ko-kurikulum. Yang termasuk ke dalam kurikulum adalah semua mata pelajaran yang telah ditetapkan untuk dipelajari oleh siswa selama mengikuti pendidikan di sekolah itu. Kegiatan siswa mempelajari berbagai mata palajaran tersebut dikatakan sebagai kegiatan yang bersifat kurikuler atau intrakurikuler. Kegiatan-kegiatan selain mempelajari mata pelajaran atau bahan ajaran yang tercantum dalam kurikulum tidak termasuk ke dalam kurikulum.

2.    Kurikulum sebagai Pengalaman Belajar
Pengertian kurikulum sebagai pengalaman belajar adalah kurikulum dianggap sebagai keseluruhan pengalaman belajar yang diperoleh siswa atas tanggung jawab sekolah. Pengalaman-pengalaman belajar itu bisa berupa mempelajari mata pelajaran, dan bisa pula berbagai kegiatan lain yang dianggap bisa memberi pengalaman belajar yang bermanfaat. Kegiatan belajar tidak terbatas pada kegiatan belajar di dalam kelas atau di dalam gedung sekolah, melainkan mencakup juga kegiatan yang dilakukan di luar sekolah asalkan dilakukan atas tanggung jawab sekolah.

3.    Kurikulum sebagai Rencana Belajar
Pengertian kategori ini adalah apa yang diinginkan oleh perencana kurikulum untuk dipelajari siswa selama mengikuti pendidikan di suatu sekolah. Di dalam rencana belajar itu, tercakup tujuan yang hendak dicapai, jenis pengalaman/materi yang dipelajari, organisasi kegiatan, dan bagaimana menilai keberhasilannya. Agar rencana yang dibuat tentang belajar itu dapat berfungsi, perlu mempertimbangkan konsep-konsep yang terkait, yaitu konsep-konsep psikologi belajar dan psikologi perkembangan.
a.     Komponen Tujuan
Mengingat pentingnya pendidikan bagi manusia, hampir di setiap negara telah mewajibkan para warganya untuk mengikuti kegiatan pendidikan, melalui berbagai ragam teknis penyelenggaraannya, yang disesuaikan dengan falsafah negara, keadaan sosial-politik kemampuan sumber daya dan keadaan lingkungannya masing-masing. Kendati demikian, dalam hal menentukan tujuan pendidikan pada dasarnya memiliki esensi yang sama.
Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Tujuan pendidikan nasional yang merupakan pendidikan pada tataran makroskopik, selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan institusional yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap jenis maupun jenjang sekolah atau satuan pendidikan tertentu. Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
1)     Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2)     Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3)     Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau satuan pendidikan.
b.     Komponen Isi atau Materi
Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan teori pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan bahwa pengembangan kurikulum yang didasari filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran menjadi hal yang utama. Dalam hal ini, materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk :
1)     Teori, seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan-hubungan antara variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
2)     Konsep, suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
3)     Generalisasi, kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
4)     Prinsip, yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
5)     Prosedur, yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.
6)     Fakta, sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
7)     Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam materi.
8)     Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas suatu uraian atau pendapat.
9)     Definisi, yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/kata dalam garis besarnya.
10)  Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.
Berkenaan dengan penentuan materi pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pendidik memiliki wewenang penuh untuk menentukan materi pembelajaran, sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran. Dalam prakteknya untuk menentukan materi pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal berikut:
1)     Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Di samping itu, juga materi yang diberikan merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan zaman, dan memberikan kontribusi untuk pemahaman ke depan.
2)     Tingkat kepentingan; materi yang dipilih benar-benar diperlukan peserta didik. Mengapa dan sejauh mana materi tersebut penting untuk dipelajari.
3)     Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat akademis maupun non akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pendidikan lebih lanjut. Sedangkan manfaat non akademis dapat mengembangkan kecakapan hidup dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
4)     Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit) maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan kondisi setempat.
5)     Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan mereka.
c.     Komponen Proses Belajar Mengajar
Komponen ini sangat penting dalam system pengajaran, karena diharapkan melalui proses belajar-mengajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada diri peserta didik. Keberhasilan pelaksanaan proses belajar-mengajar merupakan indikator keberhasilan pelaksanaan kurikulum.[7] Oleh karena itu, dalam proses belajar-mengajar guru dituntut untuk menciptakan suasana pengajaran yang kondusif, sehingga memungkinkan dan mendorong peserta didik untuk secara leluasa mengembangkan kreativitasnya dengan bantuan guru.
Kemampuan guru dalam menciptakan suasana pengajaran yang kondusif ini merupakan indikator kreativitas dan efektivitas guru dalam mengajar. Hal tersebut dapat dicapai secara lebih baik jika guru dapat:
1)     Memusatkan pada kepribadiannya dalam mengajar,
2)     Menerapkan metode mengajar,
3)     Memusatkan pada proses dan produknya, dan
4)     Memusatkan pada kompetensi yang relevan.[8]
d.     Komponen Evaluasi Proses Belajar Mengajar
Komponen ini juga tidak kalah pentingnya dari komponen-komponen yang telah dipaparkan sebelumnya. Hal ini dikarenakan untuk mengetahui ketercapaian suatu tujuan kegiatan maka haruslah dilakukan evaluasi. Dengan evaluasi, maka suatu kegiatan dapat diketahui atau ditentukan tarap kemajuannya.[9] Berhasil atau tidaknya pendidikan Islam dalam mencapai tujuannya dapat dilihat setelah dilakukan evaluasi terhadap output yang dihasilkannya.[10] Abdul Mujib dkk mengungkapkan, bahwa untuk mengetahui pencapaian tujuan pembelajaran atau kompetensi yang diharapkan oleh peserta didik diperoleh melalui evaluasi.[11] Dengan kata lain penilaian atau evaluasi digunakan sebagai alat untuk menentukan suatu tujuan pendidikan dicapai atau tidak.[12] Atau untuk melihat sejauhmana hasil belajar siswa sudah mencapai tujuannya.
Dalam pendidikan, evaluasi merupakan salah satu komponen dari sistem pendidikan yang harus dilakukan secara sistematis dan terencana sebagai alat untuk mengukur keberhasilan atau target yang akan dicapai dalam proses pendidikan dan proses pembelajaran.[13]






DAFTAR PUSTAKA
Al-Rasyidin, dkk, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Prkatis, Jakarta: Ciputat Press, 2005.
Langgulung, Hasan, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, Cet. II, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1989.
Nata, Abudin, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. I, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.
Nurhayati, Anin, Inovasi Kurikulum: Telaah Terhadap Pengembangan Kurikulum Pendidikan Pesantren, Cet. I, Yogyakarta: Teras, 2010.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. 10, Jakarta: Kalam Mulia, 2008.
S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, t.t.: Bumi Aksara, 2008.
Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Cet. 2, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996.
Sudjana, Nana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, t.t.: Sinar Baru Algensindo, 2005.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar