A.
PENDAHULUAN
Setiap sekolah yang ada di Indonesia
selalu menggunakan kurikulum. Kurikulum disusun secara nasional sesuai dengan
tingkatan sekolah. Semua program belajar yang ada dalam kurikulum disusun oleh
suatu tim nasional. Kurikulum disusun oleh pemerintah, dengan tujuan utama agar
setiap warga negara, dimanapun ia bersekolah, mempunyai kesempatan memperoleh
pengalaman belajar yang sejenis.
Pendidikan adalah kunci
berkesinambungannya peradaban manusia. perhatian yang penuh terhadap
peningkatan mutu pendidikan akan berefek pula terhadap semakin tingginya
peradaban manusia. Setiap
sekolah yang ada di Indonesia selalu menggunakan kurikulum. Kurikulum disusun
secara nasional sesuai dengan tingkatan sekolah. Semua program belajar yang ada
dalam kurikulum disusun oleh suatu tim nasional. Kurikulum disusun oleh
pemerintah, dengan tujuan utama agar setiap warga negara, dimanapun ia
bersekolah, mempunyai kesempatan memperoleh pengalaman belajar yang sejenis.
Dan kurikulum merupakan inti dari
bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan.
Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka
penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan
kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada
hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang
tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap
kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap
kegagalan proses pengembangan manusia.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang definisi kurikulum dan kaitannya
dengan pengajaran, baik itu kurikulum sebagai rencana pelajaran/bahan atau
materi, kurikulum sebagai pengalaman belajar maupun sebagai rencana belajar
(tujuan, materi, proses, dan evaluasi proses belajar).
B.
PEMBAHASAN
Ditinjau dari asal katanya, kurikulum berasal dari
bahasa Yunani yang mula-mula digunakan dalam bidang olah raga, yaitu kata currere,
yang berarti jarak tempuh. Dalam kegiatan berlari tentu saja ada jarak yang
harus ditempuh mulai dari start sampai garis finish. Jarak dari start
sampai dengan finish ini disebut currere.[1]
Dalam arti sempit atau tradisional kurikulum merupakan sejumlah mata
pelajaran disekolah atau diperguruan tinggi yang harus ditempuh untuk
mendapatkan iajazah atau naik tingkat. Sedangkan dalam arti luas atau modern
kurikulum merupakan pengalaman, kegiatan dan pengetahuan murid dibawah
bimbingan dan tanggungjawab sekolah atau guru.[2]
E. Eisner (1979) mengatakan by Curiculum we mean the planned
exsperiences offered to the leartner under the guidance of the school
(dengan kurikulum kita mengartikannya dengan pengalaman-pengalaman
yang ditawarkan kepada murid dibawah petunjuk dan bimbingan sekolah).[3]
A. Glatthorn (1987) mendefinisikan kurikulum the curriculum is the
plans made for guiding learning in schools, usually represented in retrievable
documents several leves of generality, and the actualization of those plans in
the classrom, as experienced by the learners and as recorded by an observer,
those experiences take places in learning environmean which also influences
what is learned (Kurikulum ialah rencana-rencana yang dibuat untuk
membimbing dalam belahar disekolah yang biasanya meliputi dokumen, lefel
secacra umum, dan aktualisasi dari rencana-rencana itu dikelas, sebagai
pengalaman murid yang telah dicatat dan
ditulis oleh seorang ahli, pengalaman-pengalam tersebut ditempatkan dalam
lingkungan belajar yang juga mempengaruhi apa yang dipelajari).[4]
Selain dari di atas beberapa ahli lain juga
mengungkapkan pengertian kurikulum.
a. S.
Nasution mengungkapkan, kurikulum adalah suatu rencana yang disusun untuk melancarkan
proses berlajar mengajar di bawah bimbingan dan tanggungjawab sekolah atau
lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.[5]
b. Nana Sudjana mengungkapkan, kurikulum
adalah program dan pengalaman belajar serta hasil-hasil belajar yang di
harapkan yang diformulasikan melalui pengetahuan dan kegiatan yang tersusun
secara sistematis, di berikan kepasa siswa di bawah tanggung jawab sekolah
untuk membantu pertumbuhan atau perkembangan pribadi dan kompetensi sosial anak didik.[6]
Dalam Pasal
1 Butir 19 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi: “Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
Dari paparan berbagai deskripsi diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa
yang dimaksud kurikulum bukanlah hanya berisi rencana pelajaran (bidang studi)
disebuah lembaga pendidikan saja, akan tetapi semua aktifitas yang secara nyata
terjadi dalam proses pendidikan dilembaga tersebut yang dapat mempengaruhhi
anak didk untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu, kurikulum
harus mengandung tujuan, isi (materi), metode pengajaran, dan evaluasi.
1. Kurikulum sebagai Rencana Pelajaran/ Bahan atau Materi
Secara tradisional, istilah kurikulum
diartikan sebagai rencana tentang sejumlah mata pelajaran atau bahan ajaran
yang ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan untuk dipelajari oleh siswa dalam
mengikuti pendidikan di lembaga itu. Rumusan pengertian seperti ini demikian
popular sehingga kamus Webster’s New International Dictionary, yang sudah
memasukkan istilah kurikulum dalam khazanah kosakata bahasa Inggris sejak tahun
1953, memberikan arti istilah kurikulum sebagai berikut:
a.
A course,
esp. a specified fixed course of study, as in school or college, as one leading
to a degree (sebagai sejumlah pelajaran yang ditetapkan untuk
dipelajari oleh siswa di suatu sekolah atau di perguruan tinggi utnuk
memperoleh duatu ijazah atau gelar).
b.
The
whole body of courses offered in an educational institution, or by department
thereof (keseluruhan mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu
lembaga pendidikan atau suatu departemen
tertentu).
Rumusan pengertian kurikulum seperti
itu membawa dampak terhadap keberadaan penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Dampak yang paling menonjol yang dapat didentifikasikan adalah adanya pembedaan
yang jelas antara apa yang termasuk dalam kurikulum, ekstra-kurikulum dan
ko-kurikulum. Yang termasuk ke dalam kurikulum adalah semua mata pelajaran yang
telah ditetapkan untuk dipelajari oleh siswa selama mengikuti pendidikan di
sekolah itu. Kegiatan siswa mempelajari berbagai mata palajaran tersebut
dikatakan sebagai kegiatan yang bersifat kurikuler
atau intrakurikuler. Kegiatan-kegiatan selain mempelajari mata pelajaran atau
bahan ajaran yang tercantum dalam kurikulum tidak termasuk ke dalam kurikulum.
2. Kurikulum sebagai Pengalaman Belajar
Pengertian kurikulum sebagai pengalaman
belajar adalah kurikulum dianggap sebagai keseluruhan pengalaman belajar yang
diperoleh siswa atas tanggung jawab sekolah. Pengalaman-pengalaman belajar itu
bisa berupa mempelajari mata pelajaran, dan bisa pula berbagai kegiatan lain
yang dianggap bisa memberi pengalaman belajar yang bermanfaat. Kegiatan belajar
tidak terbatas pada kegiatan belajar di dalam kelas atau di dalam gedung
sekolah, melainkan mencakup juga kegiatan yang dilakukan di luar sekolah
asalkan dilakukan atas tanggung jawab sekolah.
3. Kurikulum sebagai Rencana Belajar
Pengertian kategori ini adalah apa yang
diinginkan oleh perencana kurikulum untuk dipelajari siswa selama mengikuti
pendidikan di suatu sekolah. Di dalam rencana belajar itu, tercakup tujuan yang
hendak dicapai, jenis pengalaman/materi yang dipelajari, organisasi kegiatan,
dan bagaimana menilai keberhasilannya. Agar rencana yang dibuat tentang belajar
itu dapat berfungsi, perlu mempertimbangkan konsep-konsep yang terkait, yaitu
konsep-konsep psikologi belajar dan psikologi perkembangan.
a. Komponen
Tujuan
Mengingat pentingnya pendidikan bagi manusia, hampir di setiap negara
telah mewajibkan para warganya untuk mengikuti kegiatan pendidikan, melalui
berbagai ragam teknis penyelenggaraannya, yang disesuaikan dengan falsafah
negara, keadaan sosial-politik kemampuan sumber daya dan keadaan lingkungannya
masing-masing. Kendati demikian, dalam hal menentukan tujuan pendidikan pada
dasarnya memiliki esensi yang sama.
Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat
dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, bahwa: ”Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Tujuan pendidikan nasional yang merupakan pendidikan pada tataran
makroskopik, selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan institusional yaitu tujuan
pendidikan yang ingin dicapai dari setiap jenis maupun jenjang sekolah atau
satuan pendidikan tertentu. Dalam
Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat
satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum
pendidikan berikut.
1)
Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2)
Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3)
Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah
meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai
dengan kejuruannya.
Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke
dalam tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap
mata pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau satuan pendidikan.
b. Komponen
Isi atau Materi
Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat
dan teori pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan bahwa pengembangan
kurikulum yang didasari filsafat klasik (perenialisme, essensialisme,
eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran menjadi hal yang utama. Dalam
hal ini, materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk
:
1)
Teori, seperangkat
konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling berhubungan, yang
menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan-hubungan antara variabel-variabel dengan maksud
menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
2)
Konsep, suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari
kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau
gejala.
3)
Generalisasi, kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari
analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
4)
Prinsip, yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan
hubungan antara beberapa konsep.
5)
Prosedur, yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang
harus dilakukan peserta didik.
6)
Fakta, sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri
dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
7)
Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam
materi.
8)
Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang
bertujuan untuk memperjelas suatu uraian atau pendapat.
9)
Definisi, yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/kata
dalam garis besarnya.
10) Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk
menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.
Berkenaan dengan penentuan materi pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan, pendidik memiliki wewenang penuh untuk menentukan materi
pembelajaran, sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak
dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran. Dalam prakteknya untuk menentukan
materi pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal berikut:
1)
Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam pembelajaran
benar-benar telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Di samping itu, juga
materi yang diberikan merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan zaman,
dan memberikan kontribusi untuk pemahaman ke depan.
2)
Tingkat kepentingan; materi yang dipilih benar-benar diperlukan
peserta didik. Mengapa dan sejauh mana materi tersebut penting untuk
dipelajari.
3)
Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat
akademis maupun non akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan dasar-dasar
pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang
pendidikan lebih lanjut. Sedangkan manfaat non akademis dapat mengembangkan
kecakapan hidup dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
4)
Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari
aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit) maupun
aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan kondisi setempat.
5)
Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan
dapat memotivasi peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan rasa
ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan
mereka.
c. Komponen
Proses Belajar Mengajar
Komponen ini sangat penting dalam system pengajaran,
karena diharapkan melalui proses belajar-mengajar akan terjadi perubahan
tingkah laku pada diri peserta didik. Keberhasilan pelaksanaan proses
belajar-mengajar merupakan indikator keberhasilan pelaksanaan kurikulum.[7]
Oleh karena itu, dalam proses belajar-mengajar guru dituntut untuk menciptakan
suasana pengajaran yang kondusif, sehingga memungkinkan dan mendorong peserta
didik untuk secara leluasa mengembangkan kreativitasnya dengan bantuan guru.
Kemampuan guru dalam menciptakan suasana pengajaran
yang kondusif ini merupakan indikator kreativitas dan efektivitas guru dalam
mengajar. Hal tersebut dapat dicapai secara lebih baik jika guru dapat:
1) Memusatkan
pada kepribadiannya dalam mengajar,
2) Menerapkan
metode mengajar,
3) Memusatkan
pada proses dan produknya, dan
4) Memusatkan
pada kompetensi yang relevan.[8]
d. Komponen
Evaluasi Proses Belajar Mengajar
Komponen ini juga tidak kalah
pentingnya dari komponen-komponen yang telah dipaparkan sebelumnya. Hal ini
dikarenakan untuk
mengetahui ketercapaian suatu tujuan kegiatan maka haruslah dilakukan evaluasi. Dengan
evaluasi, maka suatu kegiatan dapat diketahui atau ditentukan tarap
kemajuannya.[9]
Berhasil atau tidaknya pendidikan Islam dalam mencapai tujuannya dapat dilihat
setelah dilakukan evaluasi terhadap output yang dihasilkannya.[10]
Abdul Mujib dkk mengungkapkan, bahwa untuk mengetahui pencapaian tujuan
pembelajaran atau kompetensi yang diharapkan oleh peserta didik diperoleh
melalui evaluasi.[11]
Dengan kata lain penilaian atau evaluasi digunakan sebagai alat untuk
menentukan suatu tujuan pendidikan dicapai atau tidak.[12]
Atau untuk melihat sejauhmana hasil belajar siswa sudah mencapai tujuannya.
Dalam pendidikan, evaluasi merupakan salah
satu komponen dari sistem pendidikan yang harus dilakukan secara sistematis dan
terencana sebagai alat untuk mengukur keberhasilan atau target yang akan
dicapai dalam proses pendidikan dan proses pembelajaran.[13]
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Rasyidin, dkk, Filsafat
Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Prkatis, Jakarta:
Ciputat Press, 2005.
Langgulung,
Hasan, Manusia
dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, Cet. II, Jakarta: Pustaka
Al-Husna, 1989.
Nata,
Abudin, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. I, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2010.
Nurhayati,
Anin, Inovasi Kurikulum: Telaah Terhadap Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Pesantren, Cet. I, Yogyakarta: Teras, 2010.
Ramayulis,
Ilmu Pendidikan Islam, Cet. 10, Jakarta: Kalam Mulia, 2008.
S. Nasution, Kurikulum
dan Pengajaran, t.t.: Bumi Aksara, 2008.
Subandijah, Pengembangan
dan Inovasi Kurikulum, Cet. 2, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996.
Sudjana, Nana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di
Sekolah, t.t.: Sinar Baru Algensindo,
2005.
Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar